Setitik Cahaya Iman

Cerita dari balik rak buku di sudut perpustakaan #1

Raufa Sayyidah 'Adila
3 min readJun 15, 2024

Kemarin malam, aku dan Dhiniana Shara terlibat deeptalk tentang mental health, depresi, dan sebagainya sebelum kami terlelap di sudut perpustakaan sebuah gedung kayu. Sambil menatap langit-langit yang sesekali berderit karena ada orang-orang yang berlalu lalang melaluinya di lantai dua, aku mulai mengarang cerita.

“Bayangkan, ada seorang gadis SMP yang memiliki ayah pelaku KDRT dan ibu yang terlilit utang. Ia adalah kakak dari banyak adik. Suasana rumah yang ia punya tak terasa seperti rumah. Ketika mencari kenyamanan di luar, ia dapati dirinya yang anti-sosial di-bully teman-teman sekolahnya, namun guru-guru tak pernah sekalipun menunjukkan rasa peduli,” tuturku sambil membayangkan hidup sang gadis di kepala. Shara sedikit protes dengan contoh ekstrem yang aku berikan, tapi aku belum selesai sampai di situ. “Suatu hari, gadis tersebut pulang dari sekolah. Di jalan, ia diperkosa oleh lelaki asing dengan sangat bejat, pelakunya pergi tanpa ada saksi. Gadis itu pulang, lalu disambut dengan tambahan siksaan ayahnya yang bertubi-tubi. Lantas, dirinya yang hancur sehancur-hancurnya itu, yang merasa terhina oleh kejamnya dunia, masih bisa berpikir bahwa cukuplah iman yang akan menyelamatkannya?

Nikmatnya iman sebagai penyelamat, memang terasa mudah dicicipi oleh kita yang ujiannya masih dalam semesta yang menyediakan ruang-ruang untuk bernapas lega. Meski ya kita pun masih sering tak peka akan hal itu. Sedangkan bagi mereka yang tak pernah meminta derita, namun mengalaminya sebagai ujian yang tak kunjung reda, semuanya menjadi tidak sederhana.

Beruntunglah kamu yang menganggap kehidupan dunia ini dipenuhi oleh cinta, rasa adil, aman dan nyaman.

Kamu mungkin tak mengerti betapa sempitnya hati oleh kehilangan, keputusasaan, ketidakmampuan, ketidakpuasan, dan ketidakpantasan. Kamu mungkin tidak paham dengan sekelebat pikiran untuk mengakhiri segalanya dalam sekejap.

Namun kamu bisa berperan untuk menjadi wasilah setitik cahaya iman memeluk mereka yang terjerat derita. Cintamu yang masih utuh, bisa menjelma telinga yang mendengar semua keluh serta bahu yang siap sedia untuk disandarkan tubuh. Iman memang akan menyelamatkan, namun tak semua mengenal dan menyadari iman itu sendiri. Perlu ada jembatan yang membawa mereka dari kegelapan menuju cahaya yang menderang; harapan untuk terus bertahan.

Cerita tentang sang gadis — yang siap memaki dunia atas keruntuhan dirinya, yang menyalahkan Tuhan atas semua keburukan yang menimpanya, yang bahkan masih untung kalau ia bisa hidup satu hari lagi saja… bisa jadi bukan karangan semata. Ia bisa nyata di sekitar kita, berkeliaran di balik topeng-topeng ceria, di balik nama-nama samaran dunia maya, di balik bangunan-bangunan kokoh bernama sekolah, tempat kerja, bahkan rumah-rumah bersahaja. Tak ada yang tahu. Ia bahkan bisa saja senyata kenalan terdekat kita.

Photo by 🇸🇮 Janko Ferlič on Unsplash

Satu hal yang perlu kamu yakini, siapapun itu, ia bisa diselamatkan oleh manisnya iman. Namun,

Bagaimana ia bisa mengenal iman itu sendiri, jika tak pernah ada siapapun berdiri di sampingnya untuk mengajari?

Maka ia bisa diselamatkan, melalui perantaramu, pelukan hangatmu, sapaan ramahmu, kata-kata penyemangatmu.

Melalui do’a terbaikmu, sebagai penyampai pesan Tuhan.

--

--